Kab. Sijunjung | Ruas jalan nasional Tanah Badantuang–Kiliran Jao di Kabupaten Sijunjung tengah menjadi sorotan tajam. Jalur yang menghubungkan Sumatera Barat dengan Provinsi Jambi ini dikenal rawan longsor, terutama saat musim penghujan, dan kini sedang ditangani melalui proyek penanganan dengan anggaran fantastis, Rp5,62 miliar lebih dari APBN 2025.

Kontrak kerja sudah diteken sejak awal tahun. Namun, hasil pantauan awak media beberapa hari lalu justru memperlihatkan fakta yang mencemaskan: pekerjaan fisik masih sebatas galian awal dan pemasangan besi pondasi di tebing rawan longsor. Sementara di sisi jalan, hanya karung pasir yang dipasang sebagai pengaman sementara.

Target ambisius proyek ini adalah rampung pada Desember 2025. Artinya, dalam hitungan kurang dari tiga bulan ke depan, kontraktor harus menyelesaikan seluruh tahapan: galian, pondasi, pengecoran dinding penahan (top level), hingga penguatan tebing. Publik bertanya-tanya: apakah mungkin proyek sebesar ini tuntas tepat waktu tanpa mengorbankan kualitas?

Jalan Vital, Risiko Nyawa

Ruas Lubuk Salasih–Surian, yang mencakup Tanah Badantuang–Kiliran Jao, bukan jalan biasa. Jalur ini merupakan urat nadi transportasi lintas Sumatera, dilalui kendaraan niaga, bus antarkota, hingga ribuan pemudik setiap liburan.

Longsor berulang yang kerap melanda membuat jalur ini ibarat bom waktu. Jalan sempit di tebing curam, minim ruang untuk menumpuk material, dan kondisi tanah yang labil menjadikannya medan berbahaya. Tak jarang, pengendara harus menunggu berjam-jam saat tanah longsor menutup jalan, bahkan pernah menelan korban jiwa akibat tertimbun material.

Kini, ketika proyek Rp5,6 miliar digelontorkan, masyarakat berharap tidak lagi menghadapi tambal-sulam. Mereka ingin konstruksi yang kuat, permanen, dan benar-benar menyelamatkan nyawa pengguna jalan.

Kontraktor dan Konsultan dalam Sorotan

Proyek ini dikerjakan oleh PT Tuah Basamo Konstruksi di bawah pengawasan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sumbar serta beberapa konsultan pengawas. Penanggung jawab teknis di lapangan, Wade, memimpin langsung pelaksanaan harian bersama tim.

Pelaksana lapangan, Edi, mengakui medan yang sulit. “Kondisi geografis sempit dan rawan longsor menjadi tantangan utama. Tapi kami komitmen menjaga kualitas sesuai kontrak. Insya Allah proyek selesai tepat waktu,” ucapnya optimis.

Namun, publik tentu tidak bisa hanya berpegang pada janji. Rekam jejak pembangunan infrastruktur di berbagai daerah kerap memperlihatkan kualitas pekerjaan yang buruk saat waktu pengerjaan terlalu mepet.

Rambu Seadanya, Lalu Lintas Tetap Padat

Meski proyek sedang berlangsung, arus lalu lintas tetap padat. Di sisi jalan hanya ada rambu sederhana bertuliskan “Hati-hati!!! 50 meter lagi ada pekerjaan jalan”. Selebihnya, pengendara dibiarkan berbagi jalan dengan alat berat dan material proyek.

“Kalau hujan deras, ngeri juga lewat sini. Takut longsor susulan, apalagi jalan makin sempit,” kata Yudi, sopir truk lintas Padang–Jambi. Kondisi ini menambah urgensi agar proyek segera rampung, karena penundaan justru membuka peluang kecelakaan baru.

Dana Publik dan Tuntutan Transparansi

Besarnya anggaran proyek ini menuntut transparansi penuh. Penggunaan dana APBN harus bisa dipertanggungjawabkan, baik dari sisi waktu, kualitas, maupun hasil.

Jika mutu pekerjaan terbukti asal-asalan, kontraktor dan pihak terkait berpotensi melanggar UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang mewajibkan pelaksanaan sesuai standar teknis. Tidak hanya itu, dalam kasus penyelewengan anggaran, aparat penegak hukum bisa menjerat dengan UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001), dengan ancaman pidana penjara hingga 20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

Dengan kata lain, proyek ini bukan sekadar urusan beton dan besi, melainkan taruhan hukum dan integritas.

Catatan Awal: Poin yang Harus Dikawal

Dari hasil penelusuran lapangan, terdapat beberapa catatan penting yang harus menjadi perhatian publik:

  1. Progres sangat awal, sementara sisa waktu tinggal hitungan bulan.
  2. Pengawasan independen harus benar-benar jalan, agar kualitas tidak dikorbankan demi kejar target.
  3. Keselamatan lalu lintas di sekitar proyek harus diprioritaskan, mengingat jalur ini padat dan rawan kecelakaan.
  4. Transparansi dana harus dibuka, agar masyarakat yakin Rp5,62 miliar tidak menguap sia-sia.

Taruhan Akhir Tahun

Proyek penanganan longsor Tanah Badantuang–Kiliran Jao bukan proyek kecil. Dengan anggaran Rp5,62 miliar, ia adalah salah satu pekerjaan besar jalan nasional di Sumbar tahun 2025.

Masyarakat kini menunggu: apakah kontraktor dan pengawas mampu memenuhi janji? Apakah proyek ini akan berakhir sebagai laporan manis di atas kertas, atau benar-benar hadir sebagai benteng permanen melawan longsor?

Yang jelas, tanpa pengawasan ketat, publik hanya akan menyaksikan miliaran rupiah mengalir, sementara jalan tetap rawan ambruk. Sebaliknya, jika dijalankan sesuai aturan, proyek ini akan tercatat sebagai investasi nyata untuk keselamatan ribuan pengguna Jalan Lintas Sumatera arah Jambi.

TIM