Pasaman Barat | Aktivitas tambang ilegal kembali mencuat di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Sejumlah foto dan video yang beredar menunjukkan alat berat jenis ekskavator Komatsu beroperasi di kawasan berbukit dan di sekitar aliran sungai berlumpur. Material batu dan tanah tampak dikeruk, sementara area sekitarnya berubah menjadi genangan air berwarna kecokelatan.

Situasi tersebut menimbulkan kekhawatiran serius di tengah masyarakat, mengingat aktivitas seperti itu berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan dan pencemaran sungai, serta dilakukan tanpa izin resmi dari pemerintah.

Seorang sumber yang mengaku pernah menjadi perantara dalam bisnis tambang mengungkapkan bahwa praktik tambang ilegal di wilayah ini berjalan dengan sistem “setoran” kepada pihak tertentu agar operasi alat berat bisa terus berlangsung.

“Untuk bisa bawa masuk alat berat, pemilik harus setor dulu sekitar Rp80 juta. Setelah itu tiap bulan ada lagi setoran sekitar Rp30 juta,” ungkap sumber tersebut.

Pernyataan ini mengindikasikan adanya praktik persekongkolan dan pembiaran, yang membuat aktivitas tambang ilegal tetap eksis dan bahkan berkembang di sejumlah titik di Pasaman Barat.

Kerusakan Lingkungan dan Dampak Sosial

Penelusuran di lapangan menunjukkan area tambang yang diduga ilegal ini mengalami kerusakan alam cukup parah. Vegetasi di sekitar lokasi rusak, tanah terbuka lebar, dan air sungai berubah warna akibat sedimentasi lumpur tambang. Kondisi ini memperbesar potensi banjir bandang, longsor, serta menurunnya kualitas air sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat sekitar.

Selain kerusakan fisik, aktivitas tambang ilegal juga memicu konflik sosial dan ketimpangan ekonomi, karena sebagian masyarakat merasa dirugikan oleh pihak-pihak yang mengambil keuntungan pribadi tanpa memperhatikan dampak terhadap lingkungan dan keselamatan warga.

Dasar Hukum dan Ancaman Pidana

Kegiatan tambang ilegal seperti yang tampak dalam dokumentasi tersebut jelas melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

  1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

    • Pasal 158:
      “Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), izin usaha pertambangan khusus (IUPK), atau izin lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).
  2. Pasal 161 UU Minerba:
    “Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, mengolah, atau memanfaatkan hasil tambang tanpa izin dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000.

  3. Pasal 165:
    “Setiap pejabat yang menyalahgunakan kewenangan dalam penerbitan izin atau melakukan pembiaran terhadap kegiatan tambang ilegal, dapat dikenai pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Selain itu, kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan juga dapat dijerat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu:

  • Pasal 98 ayat (1):
    “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, dipidana dengan penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun, serta denda paling sedikit Rp3.000.000.000 dan paling banyak Rp10.000.000.000.

Seruan untuk Penertiban dan Transparansi

Fakta di lapangan menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap aktivitas tambang di daerah. Alat berat yang bisa beroperasi di wilayah sungai dan perbukitan tanpa izin merupakan bukti bahwa fungsi kontrol pemerintah dan aparat penegak hukum belum berjalan maksimal.

Masyarakat berharap aparat kepolisian, dinas ESDM, dan pemerintah daerah segera melakukan penertiban, penyitaan alat berat, dan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Penertiban tambang ilegal bukan hanya demi penegakan hukum, tetapi juga untuk menyelamatkan lingkungan dan generasi mendatang.

Apabila dibiarkan, Pasaman Barat berisiko menghadapi bencana ekologis dan kehilangan kepercayaan publik terhadap aparat hukum yang seharusnya menjadi pelindung rakyat dan penegak keadilan.

Catatan Redaksi:

Berita ini disusun berdasarkan dokumentasi visual dan keterangan publik yang beredar di lapangan.

Informasi yang diperoleh masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut kepada pihak berwenang, termasuk Polres Pasaman Barat, Dinas ESDM Sumbar, dan instansi lingkungan hidup setempat.

Redaksi berkomitmen untuk terus menelusuri perkembangan kasus ini secara berimbang, sesuai asas jurnalisme investigatif yang bertanggung jawab.

TIM